Aku harus mendapatkannya, pikir
Hanif tanpa berfikiran lebih panjang. Perasaan itu tiba-tiba muncul dan begitu
kuat, padahal dia baru sekali melihat perempuan itu. Itu juga dari jarak lebih
dari 50 meter saat perempuan itu melewati tepi lapangan basket dengan kedua
temannya.
Hanif terpesona memandangi perempuan
itu, sampai Agung yang duduk di sebelah nya menyentuh pundaknya.
“Tajam banget tatapan lo.”
Hanif menoleh, melihat Agung sejenak
dengan alis yang tebal berkerut, lalu kembali memandangi anak baru itu yang
semakin menjauh dari tempat Hanif berada. “Boleh juga tuh anak…”
“Yang mana?”
“Itu yang pake jaket merah. Anak
baru, kan?”
“Ooh yang itu…. Iya anak baru. Tapi
agak berat nip, kalau lo naksir, lo harus cepat ngejar dia nya.”
Hanif menatap Agung dengan penuh
kebingungan dan kerut di alis nya makin dalam. “Kenapa emang?”
“Yaa, denger-denger udah banyak
banget yang ngincer dia.”
“Lho,
tau darimana lo?”
“Ya tau lahh, orang yang demen sama
dia gue,” Ucap Agung dengan penuh ketawa.
“Nggak boleh lah! Gue yang liat dia
duluan! Tapi yaudahlah, gampang bersaing sama lo mah, Maksud lo berat, saingan
gue berat, gitu?”
“Hahaha bercanda woy. Ya kalau gue
sih berat…” Agung tertawa lagi. Tiba-tiba tawa nya berhenti dan sikap nya
menjadi serius. “Maksud gue, cewek tuh kalau udah tau banyak suka pasti jual
mahal lah. Ya nggak sih?”
“Ah, bodo amat. Gue pasti bisa
dapetin dia!” ucap Hanif dengan penuh percaya diri. “Gue justru nyari nya yang
jual mahal, nggak suka gue yang murahan. Haha.”
Dengan penuh percaaya diri, Hanif
pergi ke kantin menuju anak baru dan kedua temannya. Dia melihat perempuan itu
ada tengah-tengah keramaian kantin. Tempat itu terlalu ramai dan tampak nya tak
ada kesempatan buat Hanif untuk menarik perhatian cewek itu. Jadi Hanif
memutuskan untuk menunda pedekate-nya.
Y
“Sand, ada yang kirim salam tuh buat
kamu,” kata Dina ketika Sandra baru saja duduk di bangkunya pagi itu.
“Masa? Tapi bosen ah!” sahut Sandra
dengan sedikit kesal. Bukan pura-pura, tapi emang kata-kata itu membosankannya.
Belum genap sebulam Sandra bersekolah disini udah entah berapa salam yang
diterimanya. Ia sadar memang dirinya cantik, tapi kenapa cowok-cowok mesti
bersikap seperti itu. Norak banget!
Gerutu nya di hati tiap kali menerima gangguan seperti itu. Ya, gangguan, itu
memang terasa jadi gangguan untuknya.
“Jangan kesel dulu lah, Sand. Yang
titip salam sama kamu tuh si Hanif,” kata Dina dengan penuh antusias.
Hanif? Siapa pula itu? Sandra
melirik Dina sekilas, tanpa keinginan untuk bertanya dan menyibukkan diri
menyusun buku paket bahasa Inggris di atas mejanya.
“Kamu udah tau Hanif, belum?” Dina
mulai penjelasannya dengan memajukan wajah nya ke depan Sandra.
Sandra menggeleng, tanpa menunjukan
rasa ingin tau.
“Dia tuh cowok paling TOP di
sekolah. Paling kece, paling keren, paling jago music, paling athletic¸paling…”
“Udah ah! Aku nggak mau tau, Naaa.
Nggak ada urusannya sama aku!” Sandra memutus ucapan Dina dengan tidak sabar.
Dina menarik wajahnya. “Kamu memang
cewek teraneh yang pernah aku temuin. Kalau kamu nolak cowok yang lain, aku
masih bisa ngerti. Lah Hanif?? Kayak nya cewek di satu sekolah ini nggak bakal
ada yang nolak kalau di taksir sama Hanif. Malah banyak tuh yang terang-terangan
ngedeketin dia, tapi ya gituu… ditolah. Haha. Anyways, lanjut. Tapi kamu tuhh…”
Dina menggelengkan kepalanya, seolah menyesali sikap Sandra.
“Serius nih jadi nya nggak mau balas
salam dia?
Sandra hanya menggerekan bahu nya
untuk menunjukkan ketidakpeduliannya, Dan merasa lega saat Pa Yono, guru bahasa
Inggris, masuk kelas.
Y
Malam itu Hanif resah di kamarnya.
Nggak bisa tidur. Bayang-bayang Sandra melintas terus di pikirannya. Dan berita
yang di bawa Dina, bahwa Sandra tidak membalas salam nya – bahkan meremehkannya
– membuat nya kecewa sekaligus marah.
Sombong! Dia kira di siapa?! Dia
anggap gue apa?! Gerutuan itu berulang-ulang kali bergema di hati dan
pikirannya. Dan rasa penasaran yang sangat menggelisahkan. Apa rugi nya sih
membalas salamnya, menyambut tanganya untuk berkenalan, untuk berteman? Soal
kelajutannya juga kan urusan lain, bukan?
Apa yang harus gue lakuin? Pikiran
Hanif terus berputar-putar tanpa menemukan satu pun keputusan yang memuaskan.
Namun, lewat tengah malam, sebuah
kesadaran muncul dan membuatnya tertegun. Hanif teringat dengan sikap nya
selama ini. Bukankah ia sendiri juga selalu menganggap remeh dan tak membalas
salam dari cewek-cewek yang mencoba mencari perhatiannya? Ya, Hanif tersadar,
pasti seperti ini jugalah perasaan mereka terhadap perlakuannya.
Sombong dan melukai hati, begitukah
sikap nya selama ini? Hanif tidak pernah ingin mengakui itu. Ia ingat bagaimana
omelannya Agung menyalahkannya telah berlagak angkuh.
“Gue nggak suka mainin perasaan orang,
Gung. Kalau gue tanggepin, kesannya kan kayak gue ngasih harapan padahal gue
nggak ada feeling buat dia sama
sekali. Kasian dia nya juga, kan?”
Iya sih, masuk akal dan terkesan
rendah hati. Tapi ya sebenarnya, karena salam itu datangnya dari orang yang
tidak disukainya. Padahal, apa nggak ada cara yang lebih baik, yang nggak
menyakiti hati? Apa salahnya menanggapi dengan baik, menerima uluran pertemanan
itu dengan ramah – sekedar berteman – dan kemudian dengan halus menyingkirkan
harapan-harapan yang berlebihan di hati mereka?
Sekarang gue merasakan sendiri
betapa tak menyenangkan perlakuan seperti itu, pikir Hanif di akhir perenungan
yang melelahkan itu.
Y
Bel istirahat bordering, guru keluar
dan Sandra memasukan bukunya kedalam tas. Di sebelah nya, Dina menghela nafas
kuat-kuat seolah baru terlepas dari beban yang berat.
“Kita ke perpus dulu ya, Na.”
“Lho kok nggak ke kantin dulu?” Dina
menunjukkan wajah yang kebingungan dan menderita mendengar ajakannya itu. Dia
muak melihat buku 3 jam berturut-turut dan perut nya sudah meraung-raung
daritadi.
“Sebentaaar aja, kalau nanti takut
udah rame Na.”
“Lagi perlu banget sih sama buku..”
Gerutu Dina.
“Besok libur, taaau! Aku perlu
bacaan di rumah.”
Mereka ke perpus bersama tanpa
tergesa-gesa. Saat melewati lapangan basket, langkah Dina terhenti dan matanya
berputar mencari-cari.
Sandra terpaksa ikut berhenti dan
ikut mencari-cari dengan tak sabar, “nyari siapa sih??”
Dina tak menjawab, memutar
pemandangannya sekali lagi, terus meneruskan langkahnya. “Nyari si Hanif.
Kemana ya dia?”
Ah Hanif lagi… Sandra mengeluh dalam
hati. Sudah berulang kali Dina mencoba untuk nyomblangin dia sama Hanif padahal
dia sudah menunjukkan ketidaktertarikannya.
“Biasa nya dia main basket deh,”
Kata Dina lagi seolah kecewa, “Aku rasa, dia kecewa sama kamu.”
“Lah kenapa jadi aku?” Sandra heran
sungguhan mendengar tuduhan itu.
“Iyalah. Kamu kan nolak salam dia,
nggak mau kenalan sama dia. Lagi pula, siapa sih cewek di sekolah ini yang mau
nolak dia? Aneh banget kamu ini.”
“Eh, itu hak aku doong. Kalau aku
nggak tertarik—“
“Kamu belum bisa bilang kamu nggak
tertarik. Ketemu dia aja belum! Kenalan aja belum! Dia tuh kece parah, terus…
–“
“Emang kalau kece kenapa? Kalau
kepribadiannya jelek? Ya kan sama aja?”
“Ya itu karena belum kenalan sama
dia Sandraaa sahabat ku tersayang!”
Sandra menatap Dina dengan wajah
heran, “Kok jadi kamu sih yang jadi penasaran?”
“Soalnya…” Dina terdiam, tak punya alasan
yang jelas. “Ya… aku senang aja kalau kamu jadian sama dia. Ikut bangga gitu
kalau sobat ku punya pacar seperti dia.”
“Yaampun Dinaaa, nggak segitunya
juga.” Ucap Sandra terharu lalu memeluk sahabat nya itu. “Yauda mana Hanif nya
deh? I’ll try¸aku Cuma bilang ‘coba’
lho yaa, aku nggak bisa janji apa-apa.”
Kegembiraan itu lalu muncul di mata
Dina. Dina langsung memeluk balik sahabat nya dengan erat, “Makasihhh, ayo
makanya kita ke kantin. Aku ada feeling dia pasti ada disana!”
“Hmm, kamu aja deh ya yang ke
kantin, bilang apa kek gitu. Aku ngerasa agak jahat gimanaaa gitu udah nolak
dia, masa aku tiba-tiba muncul sih?” Kata Sandra dengan penuh keraguan.
“Mhhm, nggak perlu ngerasa nggak
enak kok,” ucap seorang cowok dengan suara nya yang dalam.
Sandra dan Dina langsung terkejut
dan menoleh ketika mendengar itu. Pikiran mereka berdua sama, tepat di belakang
mereka ada cowok tinggi, putih, rambut kecokelatan, alis tebal dengan pakaian
seragam nya yang agak berantakkan, tetapi itu yang membuat dia kece dan membuat
cewek meleleh. Yap, daritadi Hanif mendengarkan perbincangan mereka. Dan di
saat itu lah, di pertama kali Sandra melihat Hanif, dia jatuh hati sama Hanif.
Y
Mereka mulai dekat. Cewek-cewek yang
mendengar berita itu langsung panas dan mencari-cari tau siapa cewek itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar